image description
# 334194
USD 100.00 (Book Not in Ready Stock, will take 45-60 days to source and dispatch)
- +

La Galigo : Menurut naskah NBG 188

Author :  Compiled) Retna Kencana Collig Pujie Arung Pacana Toa (Ed) Fachruddin Ambo Enre & Nurhayati Rahman,

Product Details

Country
Indonesia
Publisher
Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Indonesia
ISBN 9786024334734 (set)
Format HardBound
Language Bahasa
Year of Publication 2017
Bib. Info xviii, 248p. ; 14x21cm.
Product Weight 2000 gms.
Shipping Charges(USD)

Product Description

Jilid 1 xii, 528p. ; 16x24cm. 9786024334741 (jil. 1) Jilid 2 x, 560p. ; 16x24cm. 9786024334758 (jil. 2) Jilid 3 xvi, 618p. ; 16x24cm. 9786024334765 (jil. 3) Sekali waktu, ketika dunia ini masih kosong belum berpenghuni, Patotoqe di istana Boting Langiq (kerajaan langit) bangkit dari tidurnya dan menyaksikan sang penjaga ayam kesayangannya, Rukkelleng Mpoba bersaudara, tidak nampak. Alangkah murkanya Patotoqe, dan memerintahkan pengawal untuk mencarinya. Ketika Rukkelleng Mpoba bersaudara datang, mereka langsung sembah sujud di hadapan Patotoqe dan berkata: “Kami baru saja pulang dari bumi memperlagakan kilat dan guntur, Tuanku, dan menyaksikan tidak ada satu pun manusia di dalamnya, tidak ada arti kekuasaan dan ketuhananmu tanpa ada manusia yang menyembahmu”. Sejenak Patotoqe terpekur dan berkata dalam hati: “Betul juga apa kata Rukkelleng Mpoba itu”. Maka ia pun memerintahkan mengadakan musyawarah agung di Boting Langiq, untuk memutuskan siapakah putranya yang akan diturunkan di dunia untuk menghuni dunia yang kosong, agar ada manusia yang menyembahnya. Dalam pertemuan tersebut diputuskan untuk mengirim putra Patotoqe bernama La Togeq Langiq, yang setelah di dunia bernama Batara Guru. Patotoqe menurunkan pula seluruh warisan Batara Guru di langit termasuk istana, selir-selir, pasukan, pengawal, dayang-dayang, pendeta-pendeta bissu, sanro (dukun), dan para pelayan yang kelak akan menghibur, menemani, dan melayani Batara Guru agar ia betah dan bertahan hidup di bumi. Batara Guru dijodohkan dengan putri Dewi Sinauq Tojang dari Buriq Liu/Peretiwi (kerajaan bawah laut), bernama We Nyiliq Timoq. Pertemuan, percintaan, dan perkawinan Batara Guru dengan sang putri dari istana bawah laut ini, penuh dengan kisah-kisah unik, mistis, magis, dan romantik yang secara purba menggambarkan hubungan manusia secara natural dan universal. Perkawinan dewa dari Boting Langiq dan dewi dari Buriq Liu inilah yang menghuni dunia tengah (Ale Kawaq/Ale Lino) dan diyakini sebagai manusia pertama yang mengisi bumi dan kemudian berkembang-biak, beranak-pinak, dan meramaikan dunia yang sekarang lebih dikenal sebagai tanah Bugis dan manusia Bugis. Karena itulah jilid I cerita La Galigo seperti yang ada di tangan pembaca sekarang ini disebut episode Mula Tau (awal mula penciptaan manusia). Putri pertama dewa-dewi ini bernama We Oddang Riuq, yang meninggal ketika berusia tujuh hari, dan dari kuburnya muncul padi menguning, itulah yang dikenal Sangiang Serri, yang kelak akan memberi kehidupan manusia. Anak kedua pasangan Batara Guru dengan We Nyiliq Timoq adalah Batara Lattuq. Di Tompoq Tikkaq hiduplah sepasang dewa-dewi yang bernama La Urung Mpessi dan permaisurinya We Pada Uleng. Keduanya mempunyai dua anak perempuan, yaitu We Adiluwuq dan We Datu Sengngeng. Sekali waktu, pasangan dewa ini sedang mempersiapkan upacara kedatuan di Tompoq Tikkaq, tapi tak ada satu pun tamunya yang datang dari negeri seberang. La Urung Mpessi murka, dan membuang semua hidangan yang telah dipersiapkannya ke dalam sungai. Tindakan ini membuat Patotoqe marah, dan menghukumnya dengan cara mengambil nyawa suami istri tersebut, yang meninggal pada waktu bersamaan. Serta merta kedua putrinya menjadi anak yatim piatu. Penderitaan kedua anak ini bertambah, ketika seluruh harta dan warisan kedua orang tuanya diambil oleh bibinya, yang menyebabkan kedua putri ini pergi membuang diri. Setelah mengembara di hutan, atas desakan seorang utusan dari Peretiwi, mereka pun pulang ke inang pengasuhnya di Istana Tompoq Tikkaq.

Product added to Cart
Copied